Kisah Abu Nawas dan Rumah Sempit
Assalamu'alaikum minna-san~ gimana kabarnya? semoga kalian baik selalu. Udah lama banget kayaknya udah nggak update ini blog, yah seperti yang sering kubilang di catatan sebelumnya kalau kesibukan kuliah benar-benar menyita waktuku buat ngurus ini blog. Kali ini aku mau ngebawain kisah islami yang beberapa minggu lalu kudengar di salah satu channel Youtube dan menurutku kisah ini membawa makna yang dalam terlepas benar dan tidaknya kisah ini. Nah sebelum aku mulai bercerita, aku mau mempromosikan salah satu blog dari temen discord aku, dia bikin blog ini dalam rangka tugas sekolah. Bagi yang mau membantu menaikkan nilai dia (makin banyak view dia semakin tinggi nilai dia katanya), mari berkunjung ke link di samping ini. Oh iya, pertama-tama aku mohon maaf kalau gaya penceritaannya agak berbeda dari sebelumnya, karena aku mencoba untuk menuliskan sendiri kisahnya dengan gayaku sendiri.
Jadi dikisahkan Abu Nawas yang waktu itu lagi nyantui di rumahnya, nah tiba-tiba dia didatangi oleh teman dari temannya yang bisa dibilang merupakan teman dekat Abu Nawas, di sini kita sebut saja dia ini Abu Budi. Orang ini datang ke Abu Nawas dengan maksud kepingin berkeluh-kesah perihal kegundahan hatinya yang terjadi belakangan ini. "Abu Nawas, bolehkan aku meminta pendapatmu mengenangi overthinking yang melandaku ini?" tanya Abu Budi.
"Oh tentu saja, silahkan Budi." jawab Abu Nawas. Si Budi pun berkata, "Hai Abu Nawas, aku ini adalah orang yang berkecukupan. Gajiku UMR, bisa mencukupi kebutuhan hidupku, anakku dan istriku. Bahkan gaji ini masih tersisa sedikit untuk ditabung setiap bulannya."
Abu Nawas menjawab heran, " Lah kalo gitu apa yang kamu overthinking-kan, Gaji UMR harusnya mah aman-aman wae".
Abu Nawas menjawab heran, " Lah kalo gitu apa yang kamu overthinking-kan, Gaji UMR harusnya mah aman-aman wae".
"Aku ini overthinking soal rumah wahai Abu Nawas. Entah mengapa aku merasa sumpek di rumahku yang sempit itu. Aku berkeinginan mempunyai rumah yang luas, kalau bisa seperti rumah (istana) Raja."
Mendengar hal itu, Abu Nawas pun tersenyum dan bertanya kepada si Budi, apakah ia mau mendengarkan jalan keluar dari overthinking-nya tersebut. Si Budi mengiyakan tanda setuju walaupun merasa sedikit ada yang tidak beres setelah mendengar syarat Abu Nawas, yaitu Si Budi berjanji tidak akan marah atau membantah apapun yang disuruh oleh Abu Nawas
"Apakah kamu punya kambing?" tanya Abu Nawas.
"Tidak, tapi aku mampu membelinya jika kamu mau".
"Tidak-tidak, kambing ini bukan untukku, tapi ini untukmu. Belilah seekor kambing dan masukkanlah ke dalam rumah". Si Budi pun tidak membantah dan langsung membeli kambing dan memasukkannya ke dalam rumah.
Mendengar hal itu, Abu Nawas pun tersenyum dan bertanya kepada si Budi, apakah ia mau mendengarkan jalan keluar dari overthinking-nya tersebut. Si Budi mengiyakan tanda setuju walaupun merasa sedikit ada yang tidak beres setelah mendengar syarat Abu Nawas, yaitu Si Budi berjanji tidak akan marah atau membantah apapun yang disuruh oleh Abu Nawas
"Apakah kamu punya kambing?" tanya Abu Nawas.
"Tidak, tapi aku mampu membelinya jika kamu mau".
"Tidak-tidak, kambing ini bukan untukku, tapi ini untukmu. Belilah seekor kambing dan masukkanlah ke dalam rumah". Si Budi pun tidak membantah dan langsung membeli kambing dan memasukkannya ke dalam rumah.
Beberapa hari kemudian Budi mendatangi Abu Nawas, ia mengeluhkan kalau semenjak ada kambing di dalam rumah, rumahnya terasa lebih sesak, dia dan keluarganya merasa tidak nyaman dengan adanya kambing di dalam rumah tersebut. Mendengar hal itu Abu Nawas pun berkata, "kalau begitu, belilah lagi seekor kambing dan masukkanlah ke dalam rumahmu". Si Budi ingin membantahnya, karena satu kambing saja sudah terasa sesak, apalagi kalau ada dua. Namun, hal itu urung ia lakukan karena teringat janjinya dengan Abu Nawas untuk tidak marah atau membantah.
Beberapa hari kemudian lagi, si Budi kembali mendatangi Abu Nawas. Di sini ia sudah sedikit jengkel. Namun, masih tertahan oleh janjinya dengan Abu Nawas. "Hoi Abu Nawas! Aku sudah melaksanakan suruhanmu, akan tetapi bukannya semakin adem, ayem, tentram dan damai. Malah makin ruwet, aku dan keluargaku semakin tersiksa, bukan hanya karena suaranya, juga karena kotoran kambing-kambing itu berserakan di mana-mana", keluh si Budi kepada Abu Nawas.
"Bagus! Kalau begitu beli lagi sapi dan masukkan ke rumahmu", jawab Abu Nawas.
Si Budi pun menjawab dengan sedikit kaget, "Kamu serius Was? 2 kambing aja udah sesak banget rumahku, apalagi kalau ditambah seekor sapi yang besar. Bisa-bisa aku dan keluargaku berasa tinggal di kandang". Abu Nawas meyakinkan si Budi untuk melakukan apa yang ia suruh, dengan berat hati si Budi melakukannya karena yakin ada maksud Abu Nawas memerintahkan semua itu.
Keesokan harinya, Si Budi mendatangi Abu Nawas dengan perasaan sangat marah, menurutnya Abu Nawas sudah melampaui batas dalam mengerjainya. "OI ABU NAWAS! KAU MAU MATIKAH!? SEKARANG RUMAHKU SANGAT SEMPIT! KOTORAN DI MANA-MANA WALAUPUN SUDAH KUBERSIHKAN SETIAP KALI! APA KAU MENGERJAIKU!?" teriak Budi marah kepada Abu Nawas karena merasa dipermainkan.
"Weeeiii, tenang dulu Bud, kamu sudah tidak tahan dengan keadaan itu? OK, kalau gitu coba kamu jual sapinya". Mendengar hal itu Budi yang awalnya marah tiba-tiba merasa bingung, kenapa dia disuruh menjual sapi yang dia beli kemarin. Namun, dia tetap melakukannya tanpa membantah setelah ditenangkan Abu Nawas.
Keesokan harinya, dia datang ke Abu Nawas dengan secercah senyum di wajah. Abu Nawas menanyai kabarnya. "Alhamdulillah, sekarang rumahku berasa lebih mendingan karena tidak adanya sapi tadi, tapi masih ada dua kambing yang ngeselin".
"Kalau begitu jual lah kedua kambing itu". Tanpa pikir panjang si Budi langsung pulang ke rumah dan dijualnya lah kambing-kambing itu.
Keesokan harinya dia mendatangi abu Nawas dengan tersenyum lebar, "Hai Abu Nawas, kau tahu setelah aku menjual kedua kambing tersebut, rumahku terasa saaaaaaaaaaaangat luas. Tidak ada lagi rasa sempit, tidak ada lagi bau-bau kotoran kambing dan sapi, tidak ada lagi suara yang mengganggu. Terima kasih Abu Nawas". Mendengar hal itu Abu Nawas hanya tersenyum.
"Weeeiii, tenang dulu Bud, kamu sudah tidak tahan dengan keadaan itu? OK, kalau gitu coba kamu jual sapinya". Mendengar hal itu Budi yang awalnya marah tiba-tiba merasa bingung, kenapa dia disuruh menjual sapi yang dia beli kemarin. Namun, dia tetap melakukannya tanpa membantah setelah ditenangkan Abu Nawas.
Keesokan harinya, dia datang ke Abu Nawas dengan secercah senyum di wajah. Abu Nawas menanyai kabarnya. "Alhamdulillah, sekarang rumahku berasa lebih mendingan karena tidak adanya sapi tadi, tapi masih ada dua kambing yang ngeselin".
"Kalau begitu jual lah kedua kambing itu". Tanpa pikir panjang si Budi langsung pulang ke rumah dan dijualnya lah kambing-kambing itu.
Keesokan harinya dia mendatangi abu Nawas dengan tersenyum lebar, "Hai Abu Nawas, kau tahu setelah aku menjual kedua kambing tersebut, rumahku terasa saaaaaaaaaaaangat luas. Tidak ada lagi rasa sempit, tidak ada lagi bau-bau kotoran kambing dan sapi, tidak ada lagi suara yang mengganggu. Terima kasih Abu Nawas". Mendengar hal itu Abu Nawas hanya tersenyum.
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari kisah di atas, akhirul kata wassalamu'alaikum dan salam damai~
kisah yang inspiratif nih, seharusnya kita bisa beryukur dengan apa yang kita punya :D
ReplyDeletebtw, kisah abu nawas dulu gw punya buku ceritanya, suka banget sama kisah-kisah abu nawas :D
Wah keren sampai punya bukunya, aku dulu baca dikit-dikit doang dari buletin-buletin sehabis sholat jumat atau nggak dari buku yang kupinjam dari perpustakaan.
DeleteSuka banget sama cerita abu nawas. dulu sering baca bukunya yang berjilid jilid di perpustakaan SD
ReplyDeleteWah, ada ya ternyata bukj cerita abu nawas di perpus SD. Kayaknya, perpus SD ku kurang lengkap haha :'(
DeleteWah, saya berasa jadi Abu Nawas-nya nih :D kisah yang sangat inspiratif ya kak
ReplyDeleteTerima kasih banyak kak Pipit
DeleteMeskipun dibaca berkali-kali, kisah-kisah Abu Nawas memang nggak bikin bosen
ReplyDeleteSelalu aja bikin tertarik saat mau membacanya hehe
DeleteBanyak cerita yang penuh hikmah dari para sufi diantaranya Abu Nawas dan Nasrudin Hoja. Tingkah lucu mereka dalam mengatasi masalah-masalah rumit menjadi sangat ringan. Gaya khasnya memang menjadikan kita sedikit faham tentang makna kehidupan.
ReplyDeleteTapi banyak juga cerita-cerita hasil karangan, dalam artian bukan bersumber dari hikayat cerita mereka.
Saran mas, bisa ulas lagi cerita lucu dari Diwan Abi Nuwas. Pasti menarik.